Sunday, October 3, 2010

E. DEMOKRASI : TEORI DAN AKSI


Secara garis besar demokrasi adalah sebuah sistem  sosial-politik modern yang paling baik dari sekian banyak sistem maupun ideologi yang ada dewasa ini. Menurut  pakar hukum Moh. Mahfud MD, ada dua alasan dipilihnya demokrasi dalam sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama, hampir semua  Negara di dunia menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental; kedua, demokrasi sebagai  asas kenegaraan yang secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat yang menyelenggarakan Negara sebagai organisasi tertingginya. Karena itu, diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang benar  pada masyarakat tentang demokrasi.
Secara etimologis “demokrasi”  terdiri atas dua kata “demos” yang berarti rakyat  atau penduduk suatu tempat, dan “cratein” atau “cratos”  yang berarti kekuasaan, kedaulatan atau pemerintahan. Gabungan dari kedua kata tersebut memiliki arti suatu keadaan Negara dimana  dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat. Rakyat  berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Sedangkan pengertian demokrasi secara istilah atau terminologi  adalah seperti yang di nyatakan oleh para ahli sebagai berikut :
Ø      Joseph A. Schmeter  mengatakan demokrasi suatu perencanaan yang institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu – individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
Ø      Sidney Hook mengatakan demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan – keputusan  pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung di dasarkan kepada mayoritas  yang di berikan secara bebas dari rakyat dewasa.
Ø      Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan – tindakan mereka di wilayah publik  oleh warga Negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama poara wakil mereka yang telah terpilih.
Ø      Henry B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem yang menunjukan bahwa kebijakan umum di tentukan atas dasar mayoritas oleh wakil – wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan – pemilihan berkala yang di dasari prinsip kesamaan politik dan di selenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Sedikit berbeda denan para ahli di dunia, pakar politik Indonesia, Affan Gaffar memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu :
Ø      Normatif ( Demokrasi Normatif ) Adalah demokrasi yang secara ideal di lakukan oleh sebuah Negara.

Ø      Empirik ( Demokrasi  Empirik ) Adalah demokrasi yang dalam perwujudannya pada dunia politik praktis.

Terdapat titik temu dari berbagai pengertian di atas yaitu bahwa sebagai landasan hidup bermasyarakat dan bernegara, demokrasi meletakan rakyat sebagai komponen penting dalam proses dan praktik – praktik berdemokrasi.  Rakyatlah yang memiliki hak dan kewajiban untuk melibatkan dan untuk tidak melibatkan diri dalam semua urusan sosial dan politik, termasuk di antaranya menilai kebijakan Negara.
Dengan demikian Negara yang meganut sistem demokrasi adalah Negara yang di selenggarakan bedasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Jika di lihat dari sudut pandang organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian Negara  yang di lakukan oleh Rakyat  sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di  tangan  rakyat.
Tiga faktor yang merupakan tolak ukur umum dari suatu pemerintahan yang demokrasi adalah :
Ø      Pemerintahan dari rakyat.
Ø      Pemerintahan oleh rakyat.
Ø      Pemerintahan untuk rakyat.

Demokrasi : Pandangan dan Tatanan Kehidupan Bersama
Keberhasilan demokrasi ditunjukan oleh sejarah dimana demokrasi sebagai  prinsip dan acuan hidup bersama antar warganegara dan antar warganegara dengan Negara dijalankan dan dipatuhi oleh kedua  pihak.
Menjadi demokratis membutuhkan norma dan rujukan praktis serta teoritis dari masyarakat yang telah maju dalam berdemokrasi.Setidaknya enam norma atau unsur – unsur pokok yang di butuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis. Keenam norma itu adalah :
Ø      Kesadaran akan pluralisme
Ø      Musyawarah
Ø      Cara yang di lakukan harus sejalan dengan tujuan
Ø      Kejujuran dalam  permufakatan
Ø      Kebebasan nurani, persamaan hak, dan kewajiban.
Ø      Trial and Eror
Namun demikian, demokrasi juga membutuhkan ketegasan dan dukungan pemerintah sebagai  alat Negara yang memiliki kewajiban  menjaga dan mengembangkan demokrasi. Misalnya, pemerintah harus tegas menindak individu atau kelompok dan organisasi politik yang melakukan tindakan anarkis dapat mengganggu ketertiban umum dengan dalih kebebasan berekspresi dan berdemokrasi. Ketegasan juga harus di lakukan pemerintah pusat manakala mendapatkan perda yang di buat oleh pemerintah di bawahnya bertentangan dengan prinsip universal demokrasi dan semangat UUD 45 sarta dasar negara Pancasila.

SEKILAS SEJARAH DEMOKRASI
Konsep demokrasi lahir dari tradisi pemikiran Yunani tentang hubungan Negara dan hukum, yang di praktekkan antara abad ke–6 SM sampai dengan abad ke-4 M. demokrasi yang dipraktekan pada masa itu berbentuk demokrasi lagsung ( Direct Democracy) yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik di jalankan secara langsung oleh seluruh warga Negara berdasarkan prosedur mayoritas.
Demokrasi Yunani Kuno berakhir pada abad pertengahan dimana pada masa ini masyarakat Yunani berubah menjadi masyarakat Feodal. Demokrasi tumbuh kembali di eropa menjelang akhir abad pertengahan, di tandai dengan lahirnya Magna Charta ( Piagam Besar). Magna Charta  adalah suatu piagam yang memuat perjanjian antara kaum bangsawan dengan Raja John Inggris. Di dalamnya di tegaskan bahwa Raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan hak khusus bawahannya. Terdapat dua hal yang mendasar pada piagam ini : Pertama adanya pembatasan kekuasaan raja, dan yang Kedua,hak asasi manusia lebih penting dari pada kedaulatan Raja. Momentum lainya yang menandai munculnya kembali demokrasi di Eropa adalah Renaissance ( Gerakan Pencerahan ) dan Reformasi. Renaissance merupakan gerakan yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno. Gerakan Reformasi juga merupakan penyebab lain kembalinya Demokrasi di Barat, gerakan ini merupakan gerakan kritis terhadap kebekuan doktrin gereja. Selanjutnya gerkan ini di kenal dengan Protestanisme.  Gerakan ini dimotori oleh Martin Luther yang menyerukan kebebasan berfikir dan bertindak.

Demokrasi di Indonesia
Sejarah demokrasi di Indonesia di bagi kedalam empat periode : periode 1945 – 1959, periode 1959 – 1965, periode 1965 – 1998, dan periode 1998 – sekarang.
A.     Periode 1945 – 1959.
Demokrasi pada Masa ini di kenal dengan sebutan Demokrasi Parlementer. Sistem ini di berlakukan sebulan setelah kemerdekaan di Proklamirkan. Namun sistem demokrasi ini dirasa kurang cocok  untuk Indonesia. Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai mengakibatkan fragmentasi politik berdasarkan afiliasi kesukuan dan agama yang mengakibatkan pemerintahan yang berbasis koalisi politik pada masa ini jarang bertahan lama.
Kegagalan partai – partai dalam Majelis Konstituante untuk mencapai Konsensus mengenai dasar Negara untuk undang –undang dasar baru, mendorong Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, yang menegaskan berlakunya kembali UUD 1945. Dengan demikian Demokrasi Parlementer pun berakhir.
B.     Periode 1959 – 1965
Periode ini di kenal dengan Demokrasi Terpimpin ( Guided Democracy ). Ciri-ciri  demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh Komunis dan peranan tentara (ABRI) dalam panggung politik nasional.
Ketetapan MPRS No.III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup  menandakan adanya penyimpangan terhadap UUD 1945 yang sebenarnya memberikan pembatasan waktu periode lima tahun kepada seorang Presiden untuk memimpin. Kekeliruan ini sangat besar dalam sejarah demokrasi terpimpin Soekarno, yaitu adanya peningkatan terhadap nilai-nilai demokrasi yakni absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya ada pada diri pemimpin, sehingga tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif. Dalam kehidupan politik peran politik Partai Komunis Indonesia (PKI) sangatlah menonjol, hal ini menimbulkan pergolakan politik yang luar biasa. Akhir dari sistem Demokrasi Terpimpin Soekarno berakibat pada perseteruan politik-ideologis antara PKI dan TNI adalah peristiwa berdarah yang di kenal dengan Gerakan 30 September 1965.

C.     Periode 1965 – 1998
Periode ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan nama Orde Baru. Sebagaimana dinyatakan pendukungnya, Orde Baru adalah upaya untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang – Undang Dasar 1945 yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin ala Presiden Soekarno telah diganti oleh elit Orde Baru dengan Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila secara garis besar menawarkan tiga komponen demokrasi. Pertama, dalam bidang politik yaitu dengan menegakkan kembali azas-azas Negara hukum dan kepastian hukum. Kedua, dalam bidan ekonomi hakekatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warganegara. Ketiga, demokrasi dalam bidang hukum pada hekekatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Namun dalam prakteknya, Orde Baru jauh dari yang diharapkan, dalam praktik kenegaraan dan pemerintahan jauh dari Prinsip – prinsip demokrasi. Seperti di katakan oleh M. Rusli Karim, ketidakdemokratisan penguasa Orde Baru di tandai dengan :
Ø      Dominannya peran militer (ABRI).
Ø      Birokratisasi dan sentralisasi keputusan politik
Ø      Pengebirian peran dan fungsi partai politik.
Ø      Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan public.
Ø      Politik masa mengambang.
Ø      Monolitisasi ideology Negara.
Ø      Inkorporasi lembaga pemerintah.
Orde Baru berkhir ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto dari jabatannya pada 21 Mei 1998, setelah mendapat desakan yang sangat besar dari masyarakat.
D.     Periode 1998 – sekarang
Periode ini sering sekali di sebut dangan istilah pasca-Orde Baru. Periode ini sangat erat kaitannya dengan gerakan Reformasi yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekwen.
Demokrasi yang hendak diusung setelah kejatuhan rezim OrBa adalah Demokrasi Tanpa nama atau Demokrasi tanpa embel-embel. Demokrasi yang di ususng oleh gerakan Reformasi adalah demokrasi yang sesungguhnya, dimana hak rakyat merupakan komponen inti dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang demokratis.

Unsur-Unsur Pendukung Tegaknya Demokrasi
Terdapat tiga unsur tegaknya demokrasi yaitu :
1.       Negara Hukum ( rechtsstaat atau the rule of law)
      Secara garis besar Negara hukum adalah sebuah Negara dengan gabungan rechtsstaat dan the rule of law.
 Konsep rechtsstaat mempunyai ciri-ciri berikut :
Ø      Adanya perlindungan HAM
Ø      Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga Negara untuk menjamin perlindungan HAM
Ø      Pemerintahan berdasarkan peraturan
Ø      Adanya poeradilan administrasi
Sedangkan the rule of law di cirikan dengan adanya :
Ø      Supremasi aturan-aturan hukum
Ø      Kesamaan kedudukan di depan hukum ( equality before the law )
Ø      Jaminan perlindungan HAM
Menurut Moh. Mahfud MD, ciri-ciri Negara hukum adalah sebagai berikut :
Ø      Adanya perlindungan konstitusional
Ø      Adanya badan kehakiman
Ø      Adanya Pemilu yang bebas
Ø      Adanya kebebasan menyertakan pendapat
Ø      Adanya kebebasan berserikat & berkumpul
Ø      Adanya pendidikan Kewarganegaraan.

2.       Masyarakat Madani ( Civil Society )
Masyarakat Madani adalah sebuah masyarakat yang terbuka, egaliter, bebas dari dominasi dan tekanan Negara. Masyarakat madani merupakan elemen yang sangat signifikan dalam membangun demokrasi.
Perwujudan masyarakat madani secara konkrit di lakukan dengan adanya berbagai organisasi – organisasi di luar Negara ( non-government organization ) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Peran dan fungsi masyarakat madani dalam praktinya  adalah sebagai mitra kerja lembaga-lembaga Negara maupun melakukan fungsi kontrol terhadap kebijakan pemerintah.

3.       Aliansi Kelompok Strategis
Komponen berikunya yang mendukung adalah adanya kelompok aliansi strategis terdiri dari Parpol, kelompok gerakan dan kelompok penekan atau kelompok kepentingan termasuk di dalamnya Pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Partai politik merupakan struktur kelembagaan politik yang anggota-anggotanya mempunyai tujuan yang sama yang memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dalam mewujudkan kkebijakan-kebijakannya.Sedangkan kelompok gerakan di perankan oleh organisasi masyarakat merupakan sekumpulan orang – orang yang berhimpun dalam suatu wadah organisasi yang berorientasi pada pemberdayaan warganya. Kelompok penekan atau kepentingan adalah sekelompok orang dalam sebuah wadah organisasi yang di dasarkan pada kriteria profesionalitas.
Hal yang merupakan indikator bagi tegaknya demokrasi adalah keberadaan kalangan cendekiawan  dan kebebasan Pers. Kaum cendekiawan, kalangan civitas akademika kampus, dan kalangan pers merupakan kelompok peenekan yang signifikan dalam mewujudkan sistem demokratis dalam penyelenggaraan Negara dan pemerintahan.

Parameter Tatanan Kehidupan Demokratis
Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila mekanisme pemerintahannya melaksanakan Prinsip-prinsip dasar Demokrasi, yang terdiri dari : Persamaan, Kebebasan, dan Pluralisme.
            Tiga aspek yang dapat dijadikan landasan untuk mengukur sejauh mana demokrasi itu berjalan dalam suatu Negara. Ketiga aspek tersebut adalah :
Ø      Pemilihan Umum sebagai proses pembentukan Pemerintah.
Ø      Susunan kekuasaan Negara di jalankan secara distributif untuk menghindari penumpukan kekuasaan dalam satu tangan atau satu wilayah.
Ø      Kontrol Rakyat,yaitu suatu relasi kuasa yang berjalan secara Simetris, Memiliki Sambungan yang jelas, dan adanya mekanisme yang memungkinkan kontrol dan keseimbangan (check and balance) terhadap kekuasaan yang di jalankan oleh eksekutif dan legislatif.

Partai Politik dan Pemilu dalam Kerangka Demokrasi
1.       Partai Politik
Salah satu infrastruktur yang mendukung tegaknya demokrasi adalah Partai Politik. Partai Politik memiliki peran sangat strategis dalam proses demokratisasi yaitu selain sebagai struktur kelembagaan politik yang anggotanya bertujuan mendapatkan kekuasaan dan kedudukan politik, mereka juga sebagai sebuah wadah bagi penampungan aspirasi rakyat. Peran tersebut merupakan implementasi nilai – nilai demokrasi, yaitu  peran serta masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan Negara melalui partai politik.
Menurut pakar ilmu politik Miriam Budiardjo, ada 4 fungsi parpol dalam rangka pembangunan demokrasi, yakni :
1.       Sarana komunikasi politik
2.       Sarana sosialisasi politik
3.       Sarana Rekrutmen kader dan anggota politik
4.       Sarana pengatur konflik.
Sistem kepartaian dalam suatu Negara berbeda-beda. Antara lain :
o        Sistem satu partai
Dalam hal ini sama saja dengan tidak ada partai politik, karena hanya ada satu partai. Tentu pula partai tersebut yang mengendalikan Pemerintahan (the ruling party).
 Contoh : Nazi di Jerman, Fascis di Italia, Partai Komunis di Uni Soviet,RRC,dan Vietnam.
o         Sistem Dwi partai
Dalam sistem ini terdapat dua partai yang menyalurkan aspirasi rakyat.
Contoh : Partai Republik dan Partai Demokrat di AS. Partai Konservatif dan Partai Buruh di Inggris.
o        Sistem Multi Partai
Sistem ini menganut lebih dari dua partai. Dalam sistem ini, Jika tidak ada partai yang meraih suara mayoritas, maka terpaksa dibentuk pemerintahan Koalisi. Penentuan suara mayoritas adalah “setengah di tambah satu”, yaitu bahwa sekurang –kurangnya lebih dari separuh jumlah anggota parlemen.
Contoh Negara yang menganut sistem ini adalah : Jerman,Prancis,Jepang,Malaysia dan Indonesia.
2.       Pemilihan Umum.
Pemilihan umum adalah pengejawantahan sistem demokrasi. Melalui pemilihan umum rakyat dapat memilih wakilnya untuk dapat duduk di kursi parlemen dan struktur pemerintahan. Pemilu sebagai sebuah demokrasi procedural adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan dan pemerintahan Negara.
Ada dua sistem pemilihan umum, yaitu : Pemilihan umum sistem distrik dan Pemilihan umum sistem proposional.
Ø      Sistem Distrik ( single member constituency, single member district mayority system, district system).
Dalam sistem ini, daerah pemilihan di bagi atas distrik –distrik tertentu. Pada masing-masing distrik pemilihan, setiap parpol mengajukan satu calon.
Kelebihan sistem Distrik :
o        Pemilih benar-benar memilih calon yang di kuasainya.
o        Calon terpilih merasa terikat pada kewajiban memperjuangkan kepentingan warga distrik/daerah tersebut.
Kelemahan sistem Distrik :

o        Calon terpilih kurang merasa terikat kepada kepentingn parpol yang mengajukan namanya.
o        Sistem pemilihan seperti ini kurang memberikan bagi kesempatan para calon dan bagi parpol yang hanya di dukung oleh kelompok minoritas.

Ø      Sistem Proposional ( multi member constituency, proportional representation system, proportional system).

Sistem yang dianut di  Indonesia ini adalah pemilu yang secara tidak langsung memilih calon yang di dukungnya, karena para calon di tentukan berdasarkan nomor urut calon dari masing-masing parpol atau organisasi politik (orsospol).

Kelebihan sistem Proposional
o        Hasil pemilihan melalui penjumlahan dan penjatahan proporsional, memungkinkan terwakilinya kepentingan kelompok minoritas.
o        Integritas secara partai lebih solid karena pemilih mendukung parpol/orsospol, bukan mendukung calon pribadi.
Kekurangan sistem Proposional
o        Keterikatan (komitmen) para calon lebih terarah kepada partainyadibanding kepada public pemilih.
o        Kecenderungan membentuk  partai-partai baru lebih besar.

Islam dan Demokrasi
            Wacana Islam dan Demokrasi dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok pemikiran :
1.     Islam dan Demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam tidak bisa disubordinatkan sebagai demokrasi. Islam merupakan sistem politik yang mandiri (self sufficient). Hubungan keduanya bersifat saling menguntukan secara eksklusif.
2.      Islam berbeda dengan demokrasi apabila didefinisikan secara procedural seperti di pahami dan di praktekan di Negara-negara barat.
3.      Islam adalah sistem  nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi seperti yang praktekan di Negara maju.
Terdapat beberapa argumen teoritis yang bisa menjelaskan lambannya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam. Pertama, pemahaman doktrinal menghambat praktek demokrasi. Kedua, Kultur yang ada pada masyarakat muslim yang sudah tebiasa dengan otokrasi dan ketaatan absolut kepada pemimpin. Ketiga, pertumbuhan yang lambat demokrasi dalam dunia islam tak ada kaitanya dengan teologi maupun kultur, akan tetapi lebih terkait sifat alamiah demokrasi itu sendiri.

D. IDENTITAS NASIONAL

HAKIKAT DAN DIMENSI IDENTITAS NASIONAL

Secara harfiah identitas adalah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada sesuatu atau seseorang yang membedakannya dengan yang lain. Pengertian Identitas pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tersebut maka suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya.
Dengan demikian identitas nasional suatu bangsa adalah ciri khas yang dimiliki suatu bangsa yang membedakannya dari bangsa lainnya. Namun demikian proses pembetukan Identitas nasional bukan merupakan sesuatu yang sudah selesai, tetapi sesuatu yang terbuka dan terus berkembang mengikuti perkembangan jaman. Akan terjadi pergeseran nilai dari identitas itu sendiri apabila identitas itu tidak dapat di jaga dan dilestarikan, sehingga mengakibatkan identitas global akan mempengaruhi nilai identitas nasional itu sendiri.
Secara umum terdapat beberapa dimensi yang menjelaskan kekhasan suatu bangsa. Unsur-unsur identitas itu secara normatif, berbentuk sebagai nilai, bahasa, adat istiadat, dan letak geografis.

Beberapa dimensi dalam identitas nasional antara lain:

1. Pola Perilaku
adalah gambaran pola perilaku yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari, Misalnya : adat istiadat, budaya, dan kebiasaan, ramah tamah, hormat kepada orang tua, dan gotong royong merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat istiadat dan budaya.

2. Lambang-Lambang
adalah sesuatu yang menggambarkan tujuan dan fungsi Negara. lambang-lambang ini biasanya dinyatakan dalam undang-undang ,Misalnya : Bendera, Bahasa, dan lagu Kebangsaan.

3. Alat-alat perlengkapan
adalah Sejumlah perangkat atau alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan yang berupa bangunan, peralatan dan tekhnologi, misalnya : bangunan candi, Masjid, Gereja, Peralatan manusia seperti pakaian Adat, dan teknologi Bercocok tanam : dan teknologi seperti kapal laut, Pesawat terbang, dan lainnya

4. Tujuan yang Ingin dicapai
Identitas yang bersumber dari tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti : Budaya Unggul, presentasi dalam bidang tertentu .Sebagai sebuah bangsa yang mendiami sebuah Negara, tujuan bersama bangsa Indonesia telah tertuang dalam pembukaan UUD 45, Yakni kecerdasan dan kesejahteraan bersama bangsa Indonesia.

Unsur-unsur Pembentukan Identitas Nasional

Salah satu identitas bangsa Indonesia adalah ia dikenal sebagai sebuah bangsa yang majemuk. Kemajemukan Indonesia dapat dilihat dari sisi sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama dan bahasa.
  1. Sejarah
Menurut cacatan sejarah, sebelum menjadi sebuah identitas negara bangsa yang Modern, bangsa Indonesia pernah mengalami masa kejayaan yang gemilang. Semangat juang bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah menurut banyak kalangan telah menjadi ciri khas tersendiri bagi bangsa Indonesia yang kemudian menjadi salah satu unsur pembentuk identitas nasional Indonesia.
2. Kebudayaan
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi tiga unsur yaitu : akal budi, peradaban dan pengetahuan. Akal Budi bangsa Indonesia, misalnya dapat dilihat pada sikap ramah dan santun bangsa Indonesia . Sedangkan unsur Identitas peradabannya, salah satunya tercermin dari keberadaan dasar negara Pancasila sebagai kompromi nilai-nilai bersama ( shared values ) bangsa Indonesia yang majemuk, sebagai bangsa maritim, kehandalan bangsa Indonesia dalam pembuatan kapal pinisi di masa lalu merupakan identitas pengetahuan bangsa Indonesia yang tidak memiliki oleh bangsa lain di dunia.
3. Suku Bangsa
Kemajemukan merupakan Identitas lain bangsa Indonesia. Namun demikian , lebih dari sekedar kemajemukan yang bersifat alamiah tersebut, tradisi, tradisi bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam kemajemukan merupakan hal lain yang harus terus dikembangkan dan dibudayakan, kemajemukan alamiah bangsa Indonesia dapat dilihat pada keberadaan lebih dari 300 kelompok suku, beragam bahasa, budaya dan keyakinan yang mendiami kepulauan nusantara.
4. Agama
Keanekaragam Agama merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah Indonesia. Menyukuri nikmat kemajemukan pemberian Allah dapat dilakukan dengan salah satunya, sikap dan tindakan untuk tidak memaksakan keyakinan dan tradisi suatu agama, baik mayoritas maupun minoritas atas kelompok lainnya.
5. Bahasa
Bahasa adalah salah satu atribut identitas nasional Indonesia .sekalipun Indonesia memiliki ribuan bahasa daerah ,kedudukan bahasa Indonesia( bangsa yang digunakan bahasa melayu )sebagai bahasa penghubung ( lingua franca ) berbagai kelompok etnis yang mendiami kepulauan nusantara memberikan nilai identitas tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928, yang menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia, telah memberikan nilai tersendiri bagi pembentukan identitas nasional Indonesia. Lebih dari sekedar bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki nilai tersendiri bagi bangsa Indonesia, ia telah memberikan sumbangan besar pada pembentukan nasionalisme Indonesia.

PANCASILA : Nilai Bersama Dalam Kehidupan Kebangsaan Dan Kenegaraaan

Tidak pernah ada suatu bangsa hidup terpisah dari akar tradisinya sebagaimana tidak ada pula suatu bangsa yang hidup tanpa pengaruh dari luar. Bangsa yang besar adalah bangsa yang hidup dengan kelenturan budayanya untuk mengadaptasi unsur-unsur luar yang dianggap baik dan memperkaya nilai-nilai lokal. Ketidakmampuan beradaptasi dengan budaya luar acap kali menempatkan bangsa tersebut ke dalam kisaran kehilangan identitas namun tidak pula berhasil hidup dengan identitas barunya yang diadopsi dari luar. Kegagalan Turki untuk menjadi bangsa modern ala Eropa atau ketidakstabilan politik yang terjadi di negara-negara berkembang, salah satunya Philipina yang berusaha keras meniru sistem politik ala Amerika, dapat dijadikan contoh bahwa mengadopsi sistem nilai demokrasi Barat harus dilakukan secara cerdas, kritis, dan bijaksana.
Bersikap cerdas dan bijaksana adalah dengan cara tidak apriori terhadap segala kebaikan demokrasi Barat tetapi juga tidak meniru secara membabi buta apa saja yang berkembang subur di dunia barat. Kekhasan-kekhasan geografis dan budaya terdapat di belahan dunia barat dan timur memaksakan barat dan timur untuk hidup dengan kekhasannya sendiri, namun tidak menutup untuk bekerja sama dalam universal terkait dengan penegakan keadilan dan penciptaan dunia yang lebih aman dan manusiawi. Searah dengan pandangan dunia ini, Indonesia seyogyanya hidup mengakar pada tradisinya untuk memperkuat dan memperkaya bangunan peradapannya. Dalam konteks ini ,sebagai produk kebudayaan bangsa Indonesia, pancasila dapat dijadikan sebagai titik tolak untuk mengukuhkan keuniversalan pandangan hidup bangsa Indonesia dan kelenturannya dengan perkembangan zaman.
Pancasila adalah capaian demokrasi paling penting yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa ( founding fathers ) Indonesia. Kemajemukan Pancasila dapat dilihat pada kelima silanya. Kelima sila Pancasila tersebut mewakili beragam pandangan dan kelompok dominan dan Indonesia pada paruh pertama pada abad ke- 20. Pada masa itu indonesia merupakan kawasan subur bagi pertumbuhan beragam aliran pemikiran dan pergerakan nasional dengan basis ideologi yang beraneka ragam. Sebagai kawasan yang kaya dengan tradisi dan budaya, Indonesia memiliki tradisi yang tidak dimiliki oleh kawasan lain. Sebagai sebuah konsensus nasional, Pancasila merupakan pandanga hidup yang terbuka dan bersifat dinamis. Sifat keterbukaan Pancasila dapat dilihat pada muatan Pancasila yang merupakan perpaduan antara nilai ke-Indonesiaan yang majemuk dan nilai yang bersifat universal. Universalitas Pancasila dapat dilihat pada semangat ketuhanan (sila pertama); kemanusiaan, keadilan dan keadaban (sila kedua); dan keadailan sosial (sila kelima) dan sekaligus ke- Indonesiaan ( persatuan Indonesia ) dan semangat gotong royong (sila keempat) Semangat Pancasila masih sangat relevan dijadikan sebagai semangat perjuangan kemanusiaan bangsa indonesiantuk menujukan sebagai bangsa yang mandiri dan memiliki karakter yang kuat sebagai bangsa yang menjujung tunggi semangat persamaan, keadilan dan keadaban dengan tetap mempertahankan kesatuan sebagai sebuah keluarga bangsa yang majemuk. Bersandar pada pandangan ini lahirnya sikap dan pandangan mempertentangkan demokrasi dengan Pancasila sama sekali merupakan satu yang historis. Sepanjang sejarah orde baru, Pancasila telah dijadikan alat untuk membungkam suara kedaulatan rakyat dengan atas nama pembangunan nasional. Orde baru juga telah melakukan penyeragaman tafsir atas Pancasila yang disebarluaskan melalui penataran dan pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi. Dampak langsung dari manipulasi atas dasar Negara pancasila, khususnya yang dilakukan oleh orde baru, adalah lahirnya sikap antipati ( phobia ) atas Pancasila. Seiring dengan lensernya orde baru telah melahirkan sikapdan pandangan baru dikalangan warga Negara Indonesia atas dasar Negara pancasila. Tuntutan demokrasi dan penegakkan HAM yang di suarakan oleh kalangan tokoh reformasi berdampak pada sikap dan pandangan mempertahankan Pancasila dan demokrasi. Pancasila dinilai sebagai simbol ketidakadilan, pelanggaran HAM, dan penyelewengan kekuasaan orde baru, sementara demokrasi sesungguhnya identik dengan persamaan, penghormatan terhadap HAM dan taat kepada hukum.
Reformasi yang sejatinya merupakan keberlangsungan menuju kedewasaan menjadi sebuah bangsa merupakan keberlangsungan menuju kedewasaan menjadi sebuah bangsa yang besar dan perubahan menuju tatanan nasional yang lebih baik (continuity and changes), sebaliknya ia telah menjelma laksana bola api panas.

REVITALISASI PANCASILA
DALAM KONTEKS PERUBAHAN SOSIAL-POLITIK INDONESIA MODERN

Gelombang demokrasi ( democracy wave ) dalam bentuk tuntutan reformasi di Negara-negara tidak demokrasi, termasuk Indonesia, menjadi ancaman bagi eksistensi ideologi nasional seperti Pancasila. Namun demekian, globalisasi juga melahirkan paradoksnya sendiri: di satu sisi globalisasi demokrasi mengakibatkan kebangkrutan banyak faham ideologi, di sisi yang lain juga mendorong bangkitnya semangat nasionalisme lokal, bahkan dalam bentknya yang paling dangkal dan sempit semacam ethno-nasionalisme, bahkan tribalism. Gejala ini, sering disebut sebagai “balkanisasi” yang terus mengancam integrasi Negara-negara yang majemuk dari sudut etnis, sosial kultural, dan agama seperti Indonesia.
Menurut Azra, paling tidak ada tiga faktor yang membuat Pancasila semakin sulit dan marjinal dalam perkembangannya saat ini. Pertama, Pancasila terlanjur tercemar karena kebijakan rezim Soeharto yang menjadikan Pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status quo kekuasaannya. Rezim Soeharto, misalnya, menetapkan Pancasila sebagai azas tunggal bagi setiap organisasi, baik organisasi kemasyarakatan maupun organisasi politik. Rezim tersebut juga mendominasi pemaknaan Pancasila yang diindoktrinasikan secara paksa melalui penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ( P4 ).
Kedua, liberalisasi politik dengan penghapusan ketentuan yang ditetapkan Presiden BJ. Habibi tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi. Penghapusan ini memberikan peluang bagi adopsi asas ideologi-ideologi lain, khususnya yang berbasiskan agama. Akibatnya, Pancasila cenderung tidak lagi menjadi common platform dalam kehidupan politik.
Ketiga, desetralisasi damotonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan sentiment kedaerahan. Jika tidak diantisipasi, bukan tidak mungkin menumbuhkan sentiment local- nasionalism yang dapat tumpang tindih dengan ethno-nasionalism. Dalam proses ini, Pancasila baik sengaja maupun akibat langsung dari proses desentralisasi akan makin hilang posisi sentralnya. Mempertimbangkan posisi krusial Pancasila di atas maka, perlu dilakukan revitalisasi makna, peran dan posisi Pancasila bagi masa depan Pancasila sebagai negara moden. Perlunya revitalisasi Pancasila karena didasari keyakinan bahwa Pancasila merupakan simpul nasional yang paling tepat bagi Indonesia yang majemuk. Lebih jauh azra menyatakan bahwa Pancasila telah terbukti sebagai common platform ideology negara-bangsa Indonesia yang paling feasible dan sebagai viable bagi kehidupan bangsa hari ini dan masa datang. Begitu juga melalui pendekatan “core values” yang inklusif yang secara historis telah mampu menjadi problem solver terkait dengan perdebatan antara kelompok yang berbeda latar belakang kulturnya dalam perumusan dasar-dasar negara dan perumusan konstitusi dalam sidang konstituante tahun 50-an.
Karena Pancasila yang krusial seperti ini, tegas azra, maka sangat mendesak untuk dilakukan rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila. Lebih lanjut azra menjelaskan, Rejuvenasi Pancasila dapat dimulai dengan menjadikan Pancasila sebagai public discourse (wacana public). Dengan menjadi wacana publik sekaligus dapat dilakukan reassessment, penilaian kembali atas pemaknaan Pancasila selama ini, untuk kemudian menghasilkan pemikiran baru dan pemaknaan baru. Dengan demikian, menjadikan Pancasila sebagai wacana publik merupakan tahap awal krusial untuk mengembangkan kembali Pancasila sebagai ideology terbuka yang dapat di maknai secara terus menerus sehingga dapat terus relevan dalam kehidupan bangsa dan Negara Indonesia.
Rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila memerlukan keberanian moral kepemimpinan nasional. Tiga kepemimpinan nasional pasca Soeharto sejak dari presiden BJ Habibie, presiden Abdurrahman Wahid, sampai presiden Megawati Soekarno Putri, lanjut azra, telah gagal membawa Pancasila kedalam wacana dan kesadaran publik. Ada kesan traumatic untuk kembali membicarakasn Pancasila. Kini, sudah waktunya para elite dan pemimpin nasional memberikan perhatian khusus kepada ideologi pemersatu ini jika kita betul-betul peduli pada intregrasi bangsa Negara Indonesia.

Globalisasi, Glokakalisasi, dan Ketahanan Nasional

a. Hakikat Globalisasi

Secara umum globalisasi adalah suatu perubahan sosial dalam bentuk semakin bertambahnya keterkaitan antara masyarakat denga faktor-faktor yang terjadi akibat transkulturisasi dan perkembangan teknologi modern. Istilah globalisasi dapat di terapkan dalam berbagai konteks sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya memahami globalisasi adalah suatu kebutuhan, mengingat majemuknya fenomena tersebut. Menurut Stiglitz sebagai mana dikutip sugeng bahagijo dan darmawan triwinowo di sauatu sisi globalisasi menbawa potensi dan akselerasi pertumbuhan ekonomi banyak Negara, peningkatan standar hidup serta perluasan akses atas informasi dan teknologi, di sisi lain telah membawa kesenjangan utara-selatan serta kemiskinan global.
Globalisasi merupakan fenomena berwajah majemuk, seperti diuraikan scolte(2000), sebagai mana dikutip Sugeng Bahagijo dan darmawan triwibowo, bahwa globalisasi sering di dentikkan dengan: 1. internasionalisasi yaitu hubungan antar Negara, meluasnya arus perdagangan dan penanaman modal: 2. liberalisasi yaitu pencabutan pembatasan-pembatasan pemeritah untuk membuka ekonomi tanpa pagar (borderless world) dalam hambatan perdagangan, pembatasan keluar masuk mata uang, kendali devisa dan ijin masuk suatu Negara:( visa). 3. Universalisasi yaitu ragam hidup seoerti makanan Mc Donald, kendaraan, di seluruh pelosok penjuru dunia. 4. Westernisasi atau Amerikanisasi yaitu ragam hidup dan budaya barat atau amerika: 5. De-teroterialisasi, yaitu perubahan-perubahan geografi sehingga ruang sosial dalam perbatasan, tempat dan distance menjadi berubah. Istilah globalisasi telah menjadi istilah umum yang dibicarakan oleh setiap orang hingga diskusi ilmiah dalam lingkungan akademik.
Lebih lanjut sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Tilaar, bahwa pada dasar proses globalisasi menampakkan wajahnya dalam: 1. Keterkaitan (interconnectedness) seluruh masyarakat; 2. perusahaan-perusahaan trans- nasional berperan dalam ekonomi global; 3.intergrasi ekonomi internasional dalam produksi global; 4. Sistem media trans-nasional yang membentuk “kampung global“ (global village); 5. Turisme global dan imperalime media; 6. Konsumerisme dan budaya global (“macdonaldization”)
Menurut B. Herry Ppriyono, ada tiga lapis definisi globalisasi. Lapis pertama, globalisasi sebagai transformasi kondisi spasial temporal kehidupan. Hidup yang kita alami mengandaikan ruang (space) dan waktu (time). Nama fakta itu juga berarti jika terjadi perunahan dalan pengelolaan tata ruang waktu, terjadi juga pengorganisasian hidup. Misalnya, bila sebuah berita yang dikirim dari Jakarta kepada keluarga dan Papua tidak lagi membutuhkan waktu 30 hari ( seperti 100 tahun lalu ) atau 7 hari ( melalui pos hari ini ), tetapi membutuhkan satu menit melalui telepon, maka ada yang berubah dalam kordinasi interaksi manusia. Contoh tersebut jika di bawah ke skala dan lingkup dunia, kurang lebih itulah globalisasi. Ahli geografi, David Harvey, menyebutnya sebagai gejala “pemadatan ruang-waktu”. Sedangkan Anthoni Giddens mengartikan globalisasi sebagai ”aksi dari kejauhan “. Dengan kata lain, pada lapis ini globalisasi menyangkut transfomasi cara-cara kita menghidupi ruang dan waktu globalisasi adalah perubahan kondisi special temporal kehidupan; ruang dan waktu tidak lagi di alami sebatas lingkup suku atau negara bangsa, tetapi seluas bola dunia.
Lapis kedua, globalisasi sebagai transformasi lingkup cara pandang. Pada lapisan ini globalisasi menyangkut transformasi cara memandang, cara berfikir, cara merasa dan cara mendekati persoalan. Isi dan perasaan kita tidak lagi hanya di pengaruhi oleh peristiwa yang tejadi dalam lingkup hidup dimana kita berada, tetapi oleh berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia. Dermikian pula dalam hal budaya , ekonomi, politik, hukum, bisnis, dan sebagainya.dengan kata lain, pada lapisan ini globalisasi menyangkut transformasi isi dan cara merasa serta memandang persoalan ke lingkup dan skala seluas bola dunia.
Lapisan ketiga, globalisasi sebagai tansformasi modus tindakan dan praktik. Inilah lapis arti globalisasi yang banyak di tampilkan secara publik oleh para pelaku bisnis serta pejabat serta di dalam citra media. Pada lapisan ini, globalisasi menujuk pada “proses kaitan yang makin erat semua aspek kehidupan pada skala mondial”. Gejala yang muncul dari interaksi yang makin intensif dalam perdagangan, transaksi , finansial, media, budaya, tranportasi, teknologi, infomasi dan sebagainya.
Dalam keragaman dimensi kultural, hukum dan politik yang terlibat dalam globalisasi, yang akan diajukan adalah bahwa globalisasi terutama di gerakan oleh praktik penjelajahan sektor bisnis yang terus menerus mencari wilayah baru bagi produksi, distibusi dan pasar yang paling menguntungkan bagi proses akumulasi modal dan laba. Sebuah proyek besar bernama the global history merupakan penelitian yang sampai sekarang mungkin paling komprehesif mengenai kaitan antara globalisasi dan bisnis transnasional. Dengan atlas dan data stastistik yang banyak, Gabel dan Bruner menyimpulkan bahwa “globalisasi dan perusahaan transnasional terkait satu sama lain seperti ayam dan telur”.
Atlas itu memetakan dengan rinci evolusi daya penentuan perusahaan-perusahaan trans nasional terhadap corak globalisasi dewasa ini. Kekuatan-kekuatan bisnis transnasional itu,dalam istilah Gabel dan Bruner ”sesungguhnya sosok-sosok levianthan di zaman kita“. Sedangkan Alvaro J. de Ragil menyebut gejala itu sebagai corpocracy , atau pemeritahan dunia oleh jaringan bisnis raksasa. Dengan kata lain, pada jantung globalisasi pada coraknya seperti sekarang ini terlibat ekspansi secara besar-besaran kekuasaan bisnis, terutama perusahaan-perusahaan transnasional.
Dengan demikian, peningkatan saling keterkaitan antar seseorang atau satu bangsa dengan bangsa lainnya telah menggiring dunia pada desa globalisasi (global village). Desa global merupakan kenyataan sosial yang saling tetpisah secara fisik tetapi saling berhubungan dan memengaruhi secara non fisik. seperti harga minyak bumi di pasar dunia yang sangat memengaruhi harga bahan bakar minyak di Indonesia, fluktuasi harga tomat di Eropa, misalnya, akan berdampak pada pasar tradisional di Indonesia. Hal serupa terjadi pula dalam bidang sosial, politik dan kebudayaan. terdapat banyak faktor yang mendorong terjadinya globalisasi antara lain pertumbuhan kapitalisme, maraknya inovasi teknologi komunikasi dan informasi serta diciptakanya regulasi-regulasi yang meningkatkan persaingan dalam skala besar dan luasnya seperti property rights, standarisasi teknik dan prosedural dalam produk dan sistem produk serta penghapusan hambatan perdagangan. Beberapa unsur penting yang terkait dengan globalisasi adalah:

1. Global Space ( Dunia maya)
Globalisasi informasi ditunjukan dengan semakin pesatnya penggunaan media elektronik dalam mengirim dan menerima informasi, surat kabar, radio dan televisi tidak lagi merupakan sumber utama informasi; kehadiran internet telah memudahkan informasi dunia diterima oleh siapapun dipenjuru pelosok dunia. Jika radio dan televisi masih dapat di awasi dan diatur oleh kekuasan politik sebuah Negara, tidak demikian dengan media internet.
Dengan media internet, memungkinkan pengiriman informasi dalam jumlah yang tidak terbatas, dalam waktu yang lebih cepat, dan dengan biaya lebih murah. Melalui media internet siapapun dapat mengirim dan mengakses informasi tanpa persyaratan lisensi atau bukti kompetensi apapun.
Keadaan tersebut membawa beberapa akibat sosial dan budaya :
Pertama, mengecilnya ruang dan waktu yang mengakibatkan hampir tidak ada kelompok orang atau bagian dunia yang hidup dalam isolasi. Informasi tentang keadaan di tempat lain atau situasi orang lain dapat menciptakan suatu pengetahuan umum yang lebih luas dan aktual dari ada yang ada sebelumnya, informasi ini pada giliranya dapat menimbulkan suatu solidaritas global yang melintasi kelompok etnis, batas teritorial negara, atau kelompok agama. Pada saat yang sama, informasi yang serba canggih ini dapat pula memberikan kemudahan bagi seseorang atau suatu kelompok untuk bergabung dengan kelompok kejahatan lintas negara untuk merancang kejahatan internasional yang terorganisir. jaringan terorisme internasional dapat dimsukan ke dalam kelompok ini.
Kedua, dalam bidang politik, batas-batas teritorial suatu negara menjadi kurang berfungsi. Batas negara tidak lagi menjadi batas informasi, karena seorang yang berada di sebuah kampung di Jayapura, misalnya, dapat berhubungan langsung lewat internet dengan seseorang di New York atu di kota Roma.
Ketiga, semua kategori dalam social space menjadi tidak relavan lagi. Perbedaan sosial seperti umur, jenis kelamin, agama, status sosial, besarnya pendapatan, pejabat atau rakyat, tingkat pendidikan menjadi tidak lagi menjadi penting dalam konteks infomasi melalui jalur internet.

2. Beberapa Kecenderungan Gelombang Globalisasi terhadap Nasionalisme
Berbagai gejala globalisasi seperti dijabarkan di atas, membawa akibat dalam tata kehidupan manusia, dalam pola tingkah laku, bahkan dalam sistem nilai yang berlaku. ada beberapa kecenderungan dari gelombang globalisasi ;
pertama, seperti telah di sebutkan bahwa salah satu pengaruh yang sangat kuat dari globalisasi informasi hilangnya diferensiasi sosial dan dengan itu hirarki sosial menjadi tidak tepat lagi. Dengan demikian otoritas yang didasarkan pada hirarki sosial cepat atau lambat akan kehilangan kekuatan dan aktualitasnya. Pada akhirnya hubungan sosial ditentukan oleh kebebasan dan kepercayaan (trust). Kalau ada kebutuhan akan kekuasaan, maka kekuasaan itu di tentukan oleh kesepakatan bersama. Kekuasaan tidak lagi menduduki fungsi primer, ia hanya bersifat subsider. Faktor yang lebih menentukan kehidupan bersama adalah kepercayaan dan komunikasi horizontal di antara anggota suatu kelompok atau antar warga negara tanpa mempertimbangkan atribut dalam hirarki sosial.
Kedua, dengan adanya arus lalu lintas informasi yang sangat canggih (information super highway) pengawasaan terhadap akses informasi oleh lembaga sensor atau negara semakin berkurang. hal serupa juga berlaku di bidang lainnya, seperti pendidikan dan pemeritahan.
Ketiga, munculnya ( cyberspace ) yang menenorobos batas toritorial negara akan berdampak Negara tidak lagi memonopoli semua peraturan. Peralihan ini pada tingkat politik menunjukan peralihan dari government ke governace, dan peralihan dari sifat pengawasaan nasional sentralistik ke pengawasan yang bersifat lokal atau otonom . dengan demikian, sentralisme negara tidak lagi efektif.
Keempat, adanya suatu gelombang perubahan di dalam konstilasi politik global. Didalam gelombang globalisasi konstilasi politik mengarah pada kerangka multipoler. Perdagangan misalnya tidak lagi bersifat hubungan dua negara tetapi dengan berbagai Negara.
Kelima, saling menguatnya hubungan antar negara yang berarti semakin kuatnya saling ketergantungan, keterkaitan tersebut mempunyai dampak positif maupun negatif.
Keenam, globalisasi menonjolkan permainan-permainan baru dalam kehidupan masyarakat, yaitu aktor- aktor non pemerintahan, atau yang disebut Lembaga Swadaya Masyarakat.
Ketujuh, lahirnya ageda-agenda baru dalam hubungan internasional dan keinginan untuk mengatur suatu tata cara atau pengelolaan sistem global. Demikian juga, rasa sesuatu kebutuhan akan adanya global governace yang mengatur tatacara yang mengatur kehidupan dunia yang mengglobal.

3. Tantangan Masa Depan Dalam Gelombang Globalisasi
Beberapa yang menjadi tantangan besar dan bersama, mengutip pendapat Tilaar, yang diakibatkan gelombang globalisasi adalah sebagai berikut:
1. Program melawan kemiskinan. Globalisasi bukan hanya memberikan banyak nilai positf tetapi juga dapat mengakibatkan semakin miskinnya negara-negara yang sumber daya manusianya rendah, serta kurangnya sumber daya alam. Masalah kemiskinan bukan hanya milik suatu masyarakat tetapi merupakan tanggung jawab intenasional. Kesenjangan antara Negara kaya dan Negara miskin semakin melebar di dalam era globalisasi apabila tidak diambil langkah untuk membantu yang lemah.
2. Memperjuangkan dan melaksanakan Hak Asasi Manusia. Gelombang globalisasi dapat saja mengijak-injak hak asasi manusia apabila motif yang mendasari perubahan sosial dan ekonomi semata-mata berdasarkan frofit. Hak Asasi Manusia perlu dijaga dan dikembangkan oleh karena itu dengan menghormati Hak Asasi Manusia maka demokrasi akan semakin berkembang. Oleh sebab itu, hak asasi manusia harus menjadi agenda internasional untuk menjadi bentang dari arus globalisasi yang dapat bersifat dehomanisasi.
3. Menciptakan dan memelihara tatanan dunia yang aman. Perdangangan bebas, hak asasi tidak dapat dilakukan di dalam negara yang kacau. Kini manusia berlomba-lomba untuk menciptakan dunia yang lebih makmur dan kemakmuran itu hanya dapat diwujudkan di dalam kerja sama internasional yang aman. Oleh sebab itu, berbagai upaya untuk meningkatkan kerjasama multilateral haruslah dipacu.
4. Perlu diwujudkan tatanan ekonomi dankeuangan yang baru. Lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan lama yang dilahirkan pada masa perang dingin seta tatanan dunia yang lama, seperti badan-badan IMF, World bank, WTO, perlu ditata kembali supaya lebih sesuai dengan tuntutan hidup internasional yang baru.
5. Melindungi dan memelihara planet bumi sebagai satu-satunya tempat kehidupan bersama manusia. Oleh kerena itu tanggung jawab ekosistem merupakan tanggung jawab bersama masyarakat dunia.
6. Kerja sama regional perlu di kembangkan di dalam rangka kerja sama internasional. Bahkan Alan Rugman di dalam bukunya The end of Globalization menyatakan bahwa sebenarnya kerja sama internasional tertumpu pada kerja sama regional, bahkan kerja sama bilateral atau kerja sama nasional dalam rangka kerja sama regional tersebut.

b.  Glokalisasi
Salah satu konsep yang ikut berkembang bersama globalisasi adalah glokalisasi. Istilah glokalisasi dipopulerkan oleh Roland Robertson pada tahun 1977 dalam konfrensi “Globalization and Indigenous Culture”. Secara umum glokalisasi adalah penyesuaian produk global dengan karakter lokal. Ada juga yang berpendapat glokalisasi adalah berfikir global bertindak lokal. Menurut Eko Budiarjo guru besar Universitas Diponegoro glokalisasi adalah glokalisasi dengan cita rasa lokal.
Dalam wilayah budaya , glokalisasi dimaknai dengan munculnya interpretasi produk-produk global dalam konteks lokal yang dilakukan oleh masyarakat didalam berbagai wilayah budaya. Interprestasi lokal masyarakat tersebut kemudian juga membuka kemungkinan adanya pergeseran makna atas nilai budaya. Dalam proses glokalisasi medium bahasa juga di pergunakan.

c.  Ketahanan Nasional dan Globalisasi
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamik suatu bangsa dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan yang datang dari luar maupun dalam negeri.
Dalam rangka ketahanan nasional, peluang dan tatangan bangsa Indonesia dalam era globalisasi dapat di jumpai dalam beberapa bidang :
1. Bidang politik
2. bidang Ekonomi
3. bidang sosial budaya.


Multi kulturisme:
Antara Nasionalisme dan Globalisasi

Salah satu isu penting yang mengiringi gelombang demokrasi adalah munculnya wacana multikulturisme. Multikulturisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa maupun agama. Gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada dan Australia sekitar 1950-an.
Multikultural menjadi semacam respon kebijakan baru dalam keragaman, dengan kata lain, adanya komunitas yang berbeda saja tidak cukup, karena yang terpenting adalah komunitas tersebut diperlukan sama oleh warga negara maupan negara.
Menurut Achmad Fedyani Safiudin menyatakan ada tiga cara pandang atau pemahaman orang tentang multikulturisme, yaitu; 1, Popular; 2. akademik; 3. politis.
Karakter masyarakat multikultur adalah toleran. Mereka hidup dalam semangat peacepul co-existace, hidup berdampingan secara damai. Dalam perspektif multikulturisme, baik individu maupun kelompok hidup dalam societal cohesion tanpa kehilangan identitas etnik dan kultur mereka.

Multikulturisme diantara nasionalisme dan globalisasi

Dalam sejarahnya, nasioanalisme Indonesia melalui beberapa tahap perkembangan, Tahap pertama di tandai dengan tambuhnya perasaan kebangsaan dan persamaan nasib yang diikuti perlawanan terhadap penjajah baik sebelum maupun sesudah Proklamasi. Tahap kedua adalah bentuk nasionalisme Indonesia merupakan kelanjutan revolusioner pada masa pejuangan dengan peran pemimpin nasional yang lebih besar. Tahap ketiga, adalah nasionalisme persatuan dan kesatuan. Tahap keempat, adalah nasionalisme cosmopolitan dengan bergabungnya Indonesia dalam system global internasional, nasionalisme Indonesia yang dibangun adalah nasionalisme cosmopolitan yang menandaskan bahwa Indonesia sebagai bangsa tidak dapat menghindari dari bangsa lain namun dengan memiliki naionalisme dapat cultural keindonesiaan dengan memberikan kesempatan kepada actor-aktor di daerah secara langsung untuk menjadi actor kosmopolit. Dalam konteks dan kecenderungan ini, semakin banyak orang membayangkan menjadi warga dunia ( world citizen ) dan terikat pada nilai-nilai kemanusiaan universal. Sudah saatnya nasionalisme yang kehilangan akar nilai-nilai kearifan lokal ini diredefinisi.
Nasionalisme Indonesia yang kosmopolit yang disemangati oleh multikultularisme hal ini dapat dilihat dari : pertama, mltikulturalisme merupakan bagian yang tak dapat dipisahka dari proses mengglobalnya demokrasi; kedua, multikulturalisme merupakan proses perkembangan baru dari mundurnya modernisme dan berpengaruhnya postmodernisme; ketiga, multikulturanime merupakan bagian yang tak terhidarkan dari runtuhnya sekat-sekat primordialismesaat ini.
Model tatanan sosial berbasis paradikma multikulturalisme sebenarnya telah di gunakan sebagai acuan oleh para founding father dalam mendesain kebudayaan Indonesia. Sebagai mana yang terungkap dalam UUD 45 yang berbunyi: “ kubudayaan bangsa indonesia adalah puncak-puncak kebudayaan daerah”.puncak-puncak kebudayaan daerah tersebut menjadi isentitas nasional Indonesia.
Upaya membangun Indonesia yang miltikulural hanya mungkin dapat terwujud bila: pertama,konsep miltikiulturalisme menyebarluas dan di fahmi masyarakat Indonesia, serts adanya keinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasional untuk mengadopsi menjadikan sebagai pedoman; kedua, kesamaan pemahaman di antara masyarakat mengenai makna multikulturalismedan bangunan konsep yang mendukungnya.lebih lanjut achmad fetyani syafiudin menyatakan ada lima hal penting jika melihat hubungan antara pancasila dan multikulturalisme, pertama; yakni menekankan perwujudan ide menjadi tindakkan, kedua; multikulturalisme harus menjadi grand strategy ke masa depan,khususnya dalam pendidikkan nasional yang menekankan learning by doing orpracticing, dan tidak lagi semata-mata kognitif; ketiga, dengan memosisikan multikulturalisme sebagai wujud pancasila, atau dijadikan salah satu prioritas utama untuk membangun bangsa karena intergrasi bangsa tertumpupada persoalan kebudayaan; keempat, kalau multi kulturalisme didefinisikan sebagai kebudayaan yang hidup berdampingan, yang menghargai keberadaan kebudayaan satu sama lain, dan memposisikan pancasila sebagi cita-cita berbangsa dan Negara maka keselarasan hidup berbudaya akan terwujud; kelima, perubahan dari cara berfikir plularisme ke multikulturalisme dalam memandang pancasila adalah perubahan kebudayaanyang menyanbgkut nilai-nilai dasar yang tidak mudah diwujudkan.di perlukan dua persyaratan, Pertama, kita memiliki pemahaman yang mendalam mengenai model kulturalisme yang sesuai dengan kondisi Indonesia; kedua, kebijakan itu harus berjangka panjang, konsisten, dan membutuhkan kondisi politik yang mendukung.
Konsep masyarakat multicultural dapat menjadi wadah pengembangan demokrasi dan masyarakat madani di Indonesia. Kemajemukan bangsa Indonesia dapat menjadi mopdal sosial (social capital) bagi pengembangan model masyarakat multikultural.
Yang dimaksud dengan modal sosial dari suatu masyarakat ialah sistem nilai yang hidup dan dipelihara serta dihormati dan untuk dilaksanakan di dalam suatu masyarakat. Dalam rangka untuk menjaga kohesi dan integrasi sosial maka modal sosial yang harus di kembangkan ialah:
  1. Ideologi dan tradisi lokal masih berfungsi harus dipelihara.
  2. menjaga dan melaksanakan jaringa sosial yang masih berfungsi.
  3. Institusi- nistitusi lokal yang masih berfungsi dan adaptik terhadap perubahan haruslah dipertahankan.